KEBANGKITAN SETELAH
PENYESALAN
Sebelah mataku yang mampu melihat
Bercak adalah sebuah warna-warna
mempesona
Membaur suara dibawanya kegetiran
Begitu asing terdengar
Sebelah mataku yang mampu
mempelajari
Gelombang kan mengisi seluruh
ruang hidupku
Terbentuk dari sel akut dan
diabetes adalah sebuah proses alami
Tapi sebelah mataku yang lain
menyadari gelap adalah teman setia dari waktu-waktu yang hilang.
Sepanjang
malam kuputar lagu itu berulang-ulang
Ada
suatu makna tersendiri bagiku, entah maknanya apa? Yang jelas lagu itu memberi
sedikit ketenangan dalam kegalauan jiwa ini. Butir embun pagi membasahi jendela
kamarku, tampaknya embun pun kini sudah sangat terkontaminasi, butiran
beninggnya seperti tertutup belenggu hitam kehidupan ini. Sambil melepas
kejenuhan di kamar terkadang aku tertawa sendiri teringat masa-masa itu. Aku dan
Eko tak jarang disebut pasangan remaja yang berpacaran, tapi bagi mereka yang
berfikir positif dan berakal sehat menyebut kami sahabat yang sesungguhnya. Aku
dan Eko memang menjalin hubungan, tapi kami tak berkomitmen untuk berpacarn karena
baik aku maupun Eko tidak mau sakit hati dalam sandiwara percintaan yang di
beri judul “PACARAN” kami hanya saling mengisi hati dalam menjalani hari-hari
satu sama lain.
Menurut
kabar dari Teman Eko, dia sekarang lagi deket sama Lutfi teman satu sekolahnya
yang katanya juga masih ada hubungan saudara juga. Eko pun pernah bercerita
bahwa perempuan itu sangat baik dan peduli padanya dan hati Eko mulai bisa
merasa nyaman bersama perempuan lain selain aku. Aku tak bisa mencegah itu, aku
hanya ingin Eko bahagia. Tapi hati kecilku tak bisa memendam air mataku untuk
keluar. Dalam penatnya kejenuhan, kuarungi mimpi untuk menghapus impian bisa
bersama Eko selamanya.
Aku duduk di kamar dengan menanti segala
macam kata-kata tawanan yang biasa aku lakukan dengan Eko setiap malam. Tapi
malam ini beda, malam ini aku hanya bisa diam saja tanpa ada satu katapun
darinya. Sekian detik aku termenung, suara handphone ku bergetar, harapan ku
itu adalah pesan dari Eko, dan ternyata benar....
“maaf” kata eko
mengawali percakapan ini
“untuk apa?”
jawabku
“untuk semua
kebaikan yang telah kamu beri dan ajarkan padaku tetapi aku tidak bisa membalas
semua itu, dan untuk waktumu yang telah terbuang sia-sia karena mau menemaniku
kemana saja dan kapan saja.” Jawab eko
“sudahlah, mungkin
memang begini rangkaian kehidupan ciptaan sang Illahi.” Jawabku sok bijaksana.
“tapi kamu pasti
sakit hati?.” Tanya Eko
“biarkan sakit hati
ini menjadi warna bahagiamu.” Jawabku dengan segala rasa edih yang ada.
“ya sudah aku harus
pergi dulu, Lutfi sudah menungguku.” Kata eko
“oohh iya, ya sudah
pergilah! Kasihan dia sudah menunggumu!.” Jawabku
Pernyataan
Eko mengakhiri percakapan itu, tetapi mengawali kehancuran jiwaku. Manis dan
getir bercampur menjadi satu. Dahan pohon yang bergoyang, hembus angin yang
kencang seolah menyanyikan lagu tentang kisah cinta. Aku tak mau lama-lama
berlarut dalam kesedihan itu. Aku bukan Juliet dan Eko bukan Romeo. Aku harus
bisa menjalani hari seperti biasa. Tiba-tiba ada pesan singkat dari Eko.
“dalam keadaan
putus asa, jangan mengulang kembali masa lalu yang sudah kamu simpan rapi itu”
Aku hanya terdiam, kulihat
pemandangan alam sekitar, ku mencoba mengumpulkan kembali semangat yang selama
ini punah. Waktu istirahat yang cukup singkat ini ku gunakan sebaik mungkin.
Dan ak mulai menemukan kembali mozaik-mozaik kehidupan baru yang siap kususun.
Aku tersadar, perasaan sakitnya hati karena cinta terhadap tambatan hati belum
seberapa bila dibandingkan dengan perasaan sakit hatinya para pengemis dan
gelandangan ini yang selalu dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Tapi mereka
hanya bisa berusaha, selebihnya diserahkan kepada sang penggenggam jiwa.
Senja mulai datang sambut sang
bulan. Suasana malam si gerbong kereta yang kotor bau segala macam aroma ini
sungguh tak bisa dilukiskan. Tetapi yang pasti dari keadaan ini muncul
buih-buih semangat menjalani hari-hari. Kututup lembaran kelam ini. Aku yakin
Lutfi bisa membuat Eko bahagia. Lalu aku? Aku
tetaplah aku yang masih seperti dulu, hanya saja dengan semangat baru menatap
dunia.